Posts tagged ‘haji nabi’

Sumur Zam Zam

6- Sumur Zam Zam

– Penemuan Pertama

Menurut Fatul Bari (Bab: kitab Al-Anbiya’), bahwa Kabilah Jurhun yang hidup di Jaziraul Arab senang sekali berhijrah. Tapi setelah melihat ada tanda wujudnya air Zam Zam di kota Makkah, mereka segera membuat perkampungan dan mendirikan kemah-kemah di sekitarnya. Tentu yang pertama kali menemukan Zam Zam adalah  seorang wanita. Dialah siti Hajar, istri Ibrahim as. Disaat akan ditinggalkan suaminya, ia menyeret jubbahnya seraya berkata: “Kemanakah engkau hendak pergi?, dan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada penghuni? Apakah Allah yang menyuruhmu?” Nabi Ibrahim as menjawab: “Ya”. Hajar berkata: “Jika demikian pasti Allah tidak akan menyia-nyiakan kami”.

Setelah perbekalan Hajar habis ia tinggalkan anaknya di sebuah pohon yang rindang dan berusaha (sa’i) mencari air. Ia berusaha sekuat tenaga naik ke bukit Shofa. Di atas bukit ia melihat kekiri dan kekanan. Harapanya penuh melihat kafilah datang dan bisa membantunya. Kemudia ia berlari lagi ke bukit Marwah. Di sana ia melakukan sama seperti ia melakukannya di bukit Shafa. Demikian seterusnya tujuh kali ia berlari bulak balik dari Shofa ke Marwah.Ternyata air yang dicarinya keluar deras dari tumit si bayi. Maka keluarlah air Zam Zam.

Subhanallah, dari pasir gersang itu keluarlah air. Mulai saat itu Makkah yang dulu merupakan kota tandus, gersang, tak ada pepohonan yang tumbuh, dan tidak ada penghuni yang hidup, berkat nabi Ismail as, datok nabi kita Muhammad saw, menjadi kota yang subur, makmur dan terlimpah didalamnya aneka ragam dari keberkahan Allah. Semua ini karena air Zam zam yang keluar di tanah Makkah.

– Penemuan Kedua

Maka, terjadilah setelah itu penghidupan di Makkah, kabilah Jurhum mulai berdatangan ke sana untuk menetap dan mendudukinya. Campur baur pun antara mereka dan keluarga nabi Ismalil tak bisa dielakan. Dari sana, terbentuklah masyarakat baru dan keluarlah di kemudian hari bangsa Quraisy dan bani Hasyim. Itulah sebahagian dari keunggulan dan keistimewaan air Zam Zam.

Hari berganti hari dan zaman berganti zaman, sehingga datanglah hujan lebat dan banjir dahsyat yang membuat telaga Zam Zam lenyap dan tidak ada tanda-tanda untuk diketahuinya lagi. Ini menurut riwayat Yaqut Al-Hamawi. Adapun menurut pendapat yang benar bahwa sumur Zam Zam ditimbun dan dihilangkan tanda-tandanya oleh kabilah Jurhum disaat mereka akan meninggalkan kota Makkah.

Telaga Zam Zam terus lenyap dari permukaan bumi Makkah dan tidak diketahui tempatnya, hingga Abdul Muttalib, kakek Nabi saw, memangku jabatan sebagai pemberi makan dan minum jama’ah haji. Dengan ru’ya shadiqah (impian yang benar) ia akhirnya ditunjukan Allah tempat sumur Zam Zam yang tidak pernah kering airnya dan tidak pernah surut. Sumur ini dinamakan Zam Zam karena airnya yang sangat banyak dan Zam Zam dalam bahasa Arab berarti banyak dan berkumpul. Seandainya siti Hajar disaat menemukannya tidak mengumpulkan pasir di sekitar tempat air dan tidak menciduknya, maka air Zam Zam akan mengalir terus sehingga bisa menenggelamkan semuanya.

– Keberkahan Zam Zam

 

Tempatnya 20 meter ke kiri dari Ka’bah ada semacam terowongan ke bawah. Sumber air Zam Zam itu sekarang sudah ditutup dan dipagari dengan kaca tebal dan didalamnya sudah dipasangi instalasi pipa modern untuk mengalirkan air Zam Zam itu ke tempat tempat yang sudah ditentukan. Sampai sekarang sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 – 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Celah-celah atau rekahan ini salah satu yang mengeluarkan air cukup banyak. Ada celah (rekahan) yang memanjang kearah hajar Aswad dengan panjang 75 cm dengan ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil kearah Shaffa dan Marwa. Subhanallah.

Dahulu pada masa jahiliah air zamzam dijuluki syabba’ah artinya yang banyak mengeyangkan, dan diyakini bahwa ia adalah sebaik-baik penolong bagi keluarga. Zam-Zam memiliki nilai yang sangat tinggi bagi umat Islam karena ia adalah air penuh  Barokah, air yang diberikan oleh Allah sehingga dapat diminum untuk niat apa saja.  

– Keistimewaan Zam Zam 

1- Dari salah satu bukti yang menunjukan keutamaan Zam Zam adalah saat malaikat Jibril as membelah dada Rasulallah saw, ia membasuhnya hati beliau dengan Zam Zam. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Dhar Al-Ghifari bahwa Rasulallah saw bersabda: “ Atap rumahku dibuka saat aku berada di Makkah dan Jibril as turun dan membelah dadaku kemudian ia membasuhnya dengan Zam Zam. Lalu ia membawa bejana besar terbuat dari emas berisi hikmah dan keimanan dan menuangkannya ke dalam dadaku. Kemudian ia menutupnya. Lalu ia memegang tanganku dan membawaku ke langit”

2- Mujahid berkata: “Aku tidak pernah melihat Ibnu Abbas ra memberi makan seseorang kecuali ia juga memberikan air Zam Zam untuk diminum. Ia juga mengatakan setiap kali tamu datang berkunjung Ibnu Abbas akan menjamunya dengan air Zam Zam.

3- Diantara keistimewaan air Zam Zam adalah bahwa Rasulallah saw menjadikan siapa yang meminumnya sampai kenyang akan dibersihkan hatinya dari sifat munafik

4- Diriwayatkan dari Jabir ra bahwa Rasulallah saw meminta seember air Zam Zam, lalu beliau meminumnya dan memakainya untuk berwudhu’.

5- Dalam kitab Shahih diriwatkan; saat Abu Dzar telah memeluk Islam, ia berkata: “Ya Rasulallah saya berada di sini selama 30 hari”, beliau bersabda: “Siapa yang memberimu makan?”, ia berkata: “Aku tidak mempunyai makanan apapun jua hanya air Zam Zam, tapi berat badanku bertambah sehingga aku dapat merasakan lipatan lemak pada perutku, dan aku tidak merasa lapar sama sekali”. Lantas beliau bersabda: “Zam Zam diberkahi dan mengandung makanan bergizi”.

 

Ada puluhan kisah yang saya tidak bisa bawakan disini tentang hasiatnya air Zam Zam dan bagaimana orang yang menderita penyakit dimana dokter menyerah dan putus harapan terhadap kesembuhanya, tapi dengan seizin Allah mereka dapat diobati dengan air Zam Zam dan khasiyatnya yang tersembunyi. Sungguh Rasulallah saw telah bersabda “Air yang paling baik di permukaan bumi adalah air Zam Zam, didalamnya terdapat makanan bergizi dan dapat menyembuhkan penyakit” (HR at-Tabarani dari Ibnu Abbas)

Rukun Yamani

5- Rukun Yamani

 

Rukun yamani adalah sisi atau sudut Ka’bah yang menghadap ke arahYaman. Atau disebut sudut arah Yaman. Rukun yang sejajar dengan hajar aswad ini sangat penting artinya bagi keistimewaan Ka’bah. Di sudut ini setiap jamaah yang thawaf disunnahkan untuk menyalami atau mengusap dengan tangan kanan atau cukup dengan melambaikan tangan ke arah sudut ini dengan mengucap “Bismillah Wallahu Akbar”. Menurut riwayat dari Ibnu Abbas ra. bahwa Nabi saw hanya menyalami Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja. Sedangkan Ibnu Umar ra mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya mengusap keduanya yakni Hajar Aswad dan Rukun Yamani dapat menghapus dosa-dosa.”

Rasulullah saw. ketika berada diantara dua rukun ini yaitu Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad, beliau membaca doa:

رَبَّنَآ آتِنَا فِي ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي ٱلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

 

Artinya:”Ya Tuhan kami, berilah kami kabaikan didunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.” Al-Baqarah: 201

 

Dalam satu riwayat, Nabi saw pernah bersabda bahwa setiap beliau meliwati sudut ini kelihatan ada malaikat yang mengucapkan amin, sebagai jawaban dari do’a beliau. Rukun Yamani ini juga dipercayai sebagai salah satu tempat yang sangat baik untuk berdo’a, dengan cara meletakkan tangan kanan lalu meminta kepada Allah SWT apa yang kita inginkan.

Hijir Ismail

4- Hijir Ismail

Dulu Hijir Ismail berbentuk lingkaran penuh tetapi pada zaman quraisy terjadilah perbaikan dan terpotong separuh lingkarannya dengan demikian disebut:Hathim yang artinya terpotong. Hijir yaitu tempat dimana Ibarahim as meletakan istrinya Hajar dan putranya Ismail. Ia memerintahkan Hajar untuk membuat bangsal di tempat itu. Ada pula yang meriwayatkan bahwa nabi Ismail as dan ibunya dikubur di Hijir Ismail. Banyak riwayat yang menjelaskan bahwa Hijir ismail atau Hathim ini adalah bagian dari kabah (kira-kira 3 meter) oleh sebab itu tidak sah thawaf seseorang jika hanya mengelilingi Ka’bah tapi harus juga mengelilingi Hijir Ismail.

Dulu Hijir Ismail termasuk bagian dari Ka’bah, makanya saat thawaf diharuskan mengelilinginya. Pada masa Quraisy Ka’bah mengalami perombakan. Setelah dirombak, bangunan asli Ka’bah berobah dengan bangunan yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as dan mengalami penyempitan. Penyempitan itu terjadi di daerah Rukun Syami, sehingga membuat Hijir Ismail tidak lagi masuk dalam Ka’bah. Hijir Ismail seolah-olah berada di luar bangunan Ka’bah dan bentuknya seperti yang kita lihat sekarang. Hal ini dikuatkan melalui Hadits Rasulallah saw.  Siti Aisyah ra. pernah bertanya kepada rasulullah saw. mengenai dinding hijir ismail.Apakah ia bagian dari rukun suci ini? Nabi menjawab: “betul”. Kemudian Aisyah bertanya lagi: Mengapa mereka tidak memasukkan sekalian sisanya ke kabah? Nabi menjawab:”sebab kaummu kekurangan dana.” (H.R. Nasa’i)

Pada zaman Abdullah bin Zubair menjadi penguasa Makkah, beliau berkehendak mengembalikan Ka’bah sesuai dengan bentuk yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as. Setelah dimusyawaratkan dengan pemuka pemuka Makkah, beliau melakukan hal tersebut, ia menghancurkan Ka’bah dan membangunnya kembali. Ia memasukkan hijir Ismail (batu setengah lingkaran yang berada di halaman Ka’bah) ke dalam bangunan Ka’bah, lalu membuat dua pintu Ka’bah yang rata dengan tanah, satu arah timur dan satu arah barat. 

Pada kekuasaan Abdul malik bin Marwan, ia memerintahkan Hajjaj bin Yusuf Ats-tsaqafi untuk menutup pintu Ka’bah bagian barat yang dibuat oleh Ibnu Zubair ra dan menghancurkan bangunan tambahan di Hijir Ismail yang masuk ke dalam bangunan Ka’bah. Kemudian Hajjaj menutup pintu Ka’bah bagian barat dan membongkar dinding ke arah Hijir ismail sehingga terpisah dari Ka’bah. Demikianlah bentuk Ka’bah dibiarkan dalam posisi sepeti itu sampai sekarang ini.

Menurut riwayat dari Aisyah ra. bahwasanya beliau berkata:”Aku ingin sekali masuk ke kabah dan sholat didalamnya, lalu rasulullah saw. menarik tanganku dan membawanya ke dalam hijir ismail, sambil berkata:”Sholatlah di dalamnya jika engkau ingin masuk kabah, karena ia merupakan bagian dari Ka’bah”

Setengah lingkaran Hijir Ismail membentang sepanjang 21,57 meter. Garis tengah dari Rukun Hajar Iraqi dan Rukun Syami 11,94 meter, dan dari dinding Ka’bah ke bagian dinding dalam 8,42 meter. Lebar kedua sisi pintunya 2,29 meter, panjang dari pintu ke pintu 8,77 meter. Di dalam Hijir Ismail yang kecil itulah orang berebutan masuk, shalat dan berdoa meminta apa saja sesuai dengan hajat masing-masing. Konon do’a yang paling mustajab di Hijir Ismail dilakukan di bawah talang air.

Sejak terpisahnya dari dari Ka’bah, Hijir Ismail mengalami perbaikan. Dan orang yang pertama kali memperbaiki Hijir Ismail dengan memasang marmer pada pilar Hijir adalah Abu Ja’far Manshur, khalifah Bani Abbasiah, pada tahun 140 H. Demikian seterusnya Hijir Ismail mengalami pembaharuan dari tahun ke tahun sampai sekarang ini.

 

Maqam Ibrahim

3- Maqam Ibrahim

 

 

Makam Ibrahim bukan kuburan Nabi Ibrahim as sebagaimana banyak orang berpendapat. Maqam dalam bahasa Arab artinya tempat berdiri. Makam Ibrahim adalah tempat berdirinya Nabi Ibrahim saat membangun kembali Ka’bah. Makam Ibrahim merupakan bangunan kecil terletak di sebelah timur Ka’bah. Di dalam bangunan tersebut terdapat batu yang diturunkan oleh Allah dari surga bersama-sama dengan Hajar Aswad. Di atas batu itu Nabi Ibrahim berdiri di saat beliau meninggikan bangunan Ka’bah dari pondasinya. Nabi Ismail as membantu meletakkannya agar Nabi Ibrahim as dapat naik lebih tinggi di atas batu tersebut. Dan tempat pijakan dua kaki nabi Ibrahim itu dengan seizin Allah berbekas di atas batu tersebut dan masih tetap ada sampai sekarang. Abu Thalib pernah berkata dalam satu qasidahnya yang berkaitan dengan Makam Ibrahim: Artinya, ” Pijakan Ibrahim tercetak di atas batu dengan jelas membentuk dua telapak kakinya yang telanjang tidak beralas”.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa bangunan Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim as tidak tinggi, bisa dijangkau oleh seseorang untuk naik ke atasnya dengan mudah, kurang lebih setinggi sembilan hasta. Ketika bangsa Quraisy membangun Ka’bah, mereka menambahnya menjadi delapan belas hasta. Abdullah bin Zubair menambahnya kembali menjadi dua puluh tujuh hasta dan setinggi itulah Ka’bah sekarang ini.

Tataka Islam datang, Allah menganjurkan untuk solat di belakang maqam Ibrahim seperti firman Allah:

وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَآ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

 

”Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud” (al-Baqarah:125).

Letak batu maqam Ibrahim dahulu menempel dengan dinding Ka’bah, kemudian pada zaman Umar bin Khatab r.a. dipindahkan ke belakang sehingga orang-orang yang salat di dekatnya tidak terganggu oleh arus orang-orang yang sedang thawaf. Perbuatan Umar bin Khattab ra tidak dibantah oleh para sahabat Nabi saw dan orang orang yang setelahnya, ini menunjukan terjadinya Ijma’.

Demikian seterusnya Makam Ibrahim sangat terpelihara dan bertahan beribu-ribu tahun, kurang lebih sudah berusia sekitar 5.000 tahun. Dan sekarang ini sudah ditutup dengan kaca berbentuk kubbah kecil. Ukuran jejak kaki Ibrahim tidak besar, kurang lebih sama dengan ukuran kaki manusia saat ini. Bekas kedua tapak kaki Nabi Ibrahim yang panjangnya 27 cm, lebarnya 14 cm dan dalamnya 10 cm masih nampak dan jelas dilihat orang yang ingin sholat di  belakang Makam Ibrahim usai melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah 7 kali. Abdullah bin Zubair ra pernah berkata: “Sungguh, aku tidak pernah melihat sesuatu yang mirip seperti miripnya telapak kaki Rasulallah saw dengan telapak kaki Ibrahim yang kami lihat di maqam”.

Multazam

2- Multazam

Multazam terletak antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah berjarak kurang lebih 2 meter. Dinamakan Multazam karena dilazimkan bagi setiap muslim untuk berdoa di tempat itu. Setiap doa dibacakan di tempat itu sangat diijabah atau dikabulkan, karena itu diperebutkan jutaan orang saat berhaji atau umrah. Semua berusaha berdoa menyampaikan hajat masing-masing di lokasi sempit itu. Untuk menyentuh Multazam terutama di musim haji tidak mudah, penuh dengan perjuangan. Hanya pertolongan dan anugrah Allah seseorang dapat menikmati kemurahan-Nya di Multazam.

Disunahkan berdoa di Multazam sambil menempelkan tangan, dada dan pipi ke Multazam sesuai dengan hadist Nabi saw yang diriwayatkan Abu Daud bahwa Abdurahman bin abu Shafwan berkata ”Saat Rasulallah saw menaklukan kota Makkah, aku keluar dan melihat Rasulallah saw dan para sahabat keluar dari Ka’bah. Mereka menyentuh sudut dari pintu Ka’bah sampai ke Hathim (sudut hijir Ismail), menempelkan pipi mereka ke Ka’bah dan Rasulallah saw ditengah-tengah mereka”.

Batu Dari Surga

Sekurang kurangnya ada 6 tempat yang paling dicari jamaah haji atau umrah sebelum dan sesudah thawaf di Ka’bah, yakni Hajar Aswad, Multazam, Maqam Ibrahim, Hijir Ismail,  Rukun Yamani, dan Sumur Zam Zam.

1- Hajar Aswad (Batu Dari Surga)  

– Asal Usul Hajar Aswad

Hajar Aswad merupakan area sempit dan tempat permulaan dan akhir thawaf. Sebelum thawaf diharuskan memberi salam (disunahkan mengusap atau menciumnya), karena itu diperebutkan jutaan orang saat berhaji atau umrah hanya sekedar untuk menciumnya. Mencium atau mengusap Hajar Aswad di musim haji penuh perjuangan yang dahsyat. Mencium Hajar Aswad bukanlah suatu kewajiban, tapi merupakan anjuran dan sunnah Nabi saw. Maka kalau keadaan tidak memungkinkan karena penuhnya orang berdesakan terutama di musim Haji, sebaiknya urungkan saja niat untuk mencium atau mengusap batu ini, cukup hanya memberi salam dari jauh.

Hajar Aswad berada ribuan tahun sebelum orang orang Jahiliyah menduduki Makkah. Hajar Aswad berada di sudut Ka’bah seumur dengan umur Ka’bah itu sendiri. Disaat Nabi Ibrahim as membangun Ka’bah tinggal satu bagian yang belum terpasang yaitu Hajar Aswad. Lalu nabi Ismail pergi mencari suatu. Nabi Ibrahim as berkata “Carilah sebuah batu seperti yang aku perintahkan”. Nabi Ismail mencarinya dan tidak mendapatkanya. Ia kemudian kembali ke Ka’bah, dan ia melihat di tempat tersebut telah terpasang Hajar Aswad. Maka ia berkata; “Ayaku, siapa yang membawa batu ini kepadamu?”  Ibrahim as berkata: “yang membawanya kepadaku adalah Jibril dari langit (surga)”.

– Pencurian Hajar Aswad

Hajar Aswad mulanya hanya satu batu tidak pecah dan terpisah pisah, tetapi kemudian pecah menjadi 8 bagian. Itu terjadi karena Hajar Aswad pernah dicabut pengikut Abu Thahir al-Qarmithi pada 319 H. Abu Thahir Qirmithi Sulaiman bin Abi Said adalah seorang raja dari Bahrain yang memimpin pasukan untuk menyerang Baitullah pada Hari Tarwiyah. Ia membawa 700 pengikut yang masuk ke Masjidil Haram dan membabi buta membantai para jamaah haji di Tanah Haram. Dengan secara biadab ia memukul Hajar Aswad dengan alat pencongkel dan memecahnya. Kemudian dibawanya ke Bahrain pada tanggal 14 Dzulhijah. Niatnya agar orang orang islam tidak melakukan lagi ibadah haji ke Makkah. Namun niatnya itu tidak berhasil dan sia-sia belaka. Tempat Hajar Aswad di Kabah menjadi kosong beberapa tahun. Orang-orang pun menempelkan tangan mereka di tempat tersebut untuk mencari barokah sampai Hajar Aswad dikembalikan ke tempatnya semula di Kabah, yaitu setelah kebinasaan Abu Thahir Qirmithi. Hajar Aswad berada di tangan Qirmithi dan para pengikutnya selama 22 tahun (Al-Bidayah Wan Nihayah).

Setelah Hajar Aswat dikembalikan untaian 8 batu itu disambung dengan perak menjadi satu kesatuan dengan batu di sekitarnya yang kemudian diberi bingkai lingkaran perak. Kedelapan batu itu seukuran buah kurma, dan kedelapan untaian batu itulah yang dianjurkan menciumnya atau menyalami sebelum dan sesudah thawaf.

– Beberapa Peristawa Berhubungan Dengan Hajar Aswad

1. Pada tahun 363 H seorang laki-laki datang dari Romawi. Saat mendekati Hajar Aswad, ia mengambil cangkul dan memukulkannya dengan kuat ke sudut tempat Hajar Aswad hingga berbekas. Ketika ia akan mengulangi perbuatannya, seorang Yaman datang dan menikamnya sampai roboh (Bawwabah al-Haramain Asy-syarifain).

2. Pada tahun 413 H Bani Fatimiyah mengirim beberapa orang pengikutnya dari Mesir di bawah pimpinan Hakim Al Abidi, di antaranya ada seorang laki-laki berkulit merah, berambut pirang dan berbadan tinggi besar, sebelah tangannya menghunus pedang sedang yang sebelah lagi memegang pahat, lalu dipukulkannya ke Hajar Aswad tiga kali hingga pecah dan berjatuhan, sambil berkata, “Sampai kapan Batu hitam ini disembah, sekarang tidak ada Muhammad atau Ali yang dapat melarang dari perbuatanku, kini aku ingin menghancurkan Ka’bah”.  Kemudian pasukan berkumpul untuk membunuhnya (Ibnu Atsir). 

3. Pada tahun 990 H. datang seorang laki-laki asing (bukan orang Arab) membawa sejenis kampak dan dipukulkannya ke Hajar Aswad, lalu Pangeran Nashir menikamnya dengan belati hingga mati (Fadhlu al-Hajarul Aswad oleh Ibnu ‘Alan).

4. Di akhir bulan Muharram tahun 1351 H seorang laki-laki datang dari Afghanistan. Ia mencungkil pecahan Hajar Aswad dan mencuri potongan kain Kiswah serta sepotong perak pada tangga Ka’bah. Penjaga masjid mengetahui perbuatannya kemudian menangkapnya, diapun dihukum mati oleh pemerintah setempat (Tarikh al-Ka’bah oleh Husen Basalamah).

– Kenapa Hajar Aswad Harus Dicium?

Pertanyaan ini sebetulnya sudah pernah dilontarkan khalifah kedua Umar bin Khattab ra disaati mencium Hajar Aswad. Beliau berkata kepadanya “Sesungguhnya aku tahu bahwa kamu adalah batu yang tidak mendatangkan bahaya dan memberi manfaat, kalaulah bukan karena aku pernah melihat Rasullah saw menciummu nistaya aku tidak akan memciummu” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya Hajar Aswad dan Maqam adalah dua buah batu diantara batu batu Yaqut (batu mulia) diambil dari surga, andaikan Allah tidak menghilangkan cahayanya niscaya sinarnya akan menerangi antara timur dan barat. (H.R. Ahmad )

Kita adalah umat nabi Muhammad saw yang mengikuti segala perintahnya tanpa pamrih. Apa yang dilakukan Nabi saw maka lakukanlah dan apa yang dilarang Nabi saw jauhkanlah. Mencium atau mengusap Hajar Aswad saat thawaf adalah anjuran Nabi saw karena beliau selalu menyentuhnya dengan tangannya yang lembut atau menciumnya dengan bibirnya yang mulia.

Demi Allah, Hajar Aswad akan dibangkitkan pada hari kiamat, Allah memberikanya mata dan lidah kepadanya agar dapat melihat dan berbicara dan memberikan persaksian terhadap orang yang menyentuhnya dengan benar dan ikhlas (H.R. Tirmidhi)

Itulah kemuliaan dan keluhuran Hajar Aswad disisi Allah dan Nabi Nya. Maka tidak heran jika Abdullah putra Umar bin Khattab ra selalu menyentuh Hajar Aswad kemudian mecium tanganya dan berkata “Aku tak pernah meninggalkan perbuatan ini semenjak aku melihat Rasulallah saw menciumnya. (HR Muslim)

Jelasnya, ada beberapa ibadah yang kita tidak perlu mencari-cari apa hikmahnya dari ibadah itu. Seperti apa hikmahnya thawaf? Apa hikmahnya sa’i? Apa hikmahnya melempar batu Jumrah? Apa hikmahnya wukuf di Arafah? Apa hikmahnya mencium Hajar Aswad? Apa hikmahnya itu dan apa hikmahnya ini. Ada beberapa ibadah yang kita tidak perlu tahu apa hikmahnya, karena disitu tersimpan rahasia Allah yang tidak bisa diketahu hambaNya. Maka apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya lakukanlah dengan baik dan apa yang dilarangnya jauhkanlah sejauh jauhnya.

Semoga Allah memberikan kepada kita jalan yang lurus dan memudahkan kita bisa sampai ke tempat yang mulia Makkah agar bisa mecium Hajar Aswad sebagaimana Rasulallah saw menciumya dengan bibirnya yang lembut. Amin

Ayat Ayat Kiswah

Ayat Ayat Pada Kiswah

Ka’bah memiliki 4 sisi atau dalam bahasa Arab disebut Rukun, yaitu Rukun Iraqi terletak di utara, Rukun Yamani di selatan. Rukun Hajar Aswad di timur, dan Rukun Syami merupakan sisi barat. Seorang muslim sangat beruntung, saat shalat menghadap ke sisi Rukun Hajar Aswad dan Multazam (antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah). Tempat ini merupakan paling mustajab. Pada setiap sisi atau Rukun, Kiswah atau kelambu Ka’bah dihiasi dengan tulisan ayat ayat al-Qu’an yang berhubungan dengan haji dan umrah, diantaranya:

1- Kiswah yang berada antara rukun Syami dan ruku Iraqi (Hijir ismail / hathim), tertulis: 

–          surat a-Baqarah ayat 197 ”(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”.

–          Surat al-Baqarah ayat 198 ”Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat”.

–          Surat al-Baqarah 199 ”Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

2- Kiswah yang berada antara sisi rukun Iraqi dan rukun Yamani (sisi belakang pintu kabah) tertulis:

–          surah al-Hajj, ayat:26  ”Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud”. 

–          surah al-Hajj ayat:27  ”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh”.

–          Surah Al-hajj,ayat:[28] supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada h ari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya

–          surah al-Hajj ayat:28 ” Dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Surah Al-hajj,ayat:[29] Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).

3- Kiswah yang berada antara sisi rukun Yamani dan rukun Hajar Aswad (sisi Multazam) tertulis:

–          surah Al Imran ayat:95 Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik”.

–          surah Al Imran ayat:96 ”Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”.

–          surah Al Imran ayat:97 ”Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia”;

–          surah Al Imran ayat:97 ”Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.

Pembuatan Kiswah

Pembuatan Kiswah Di Saudi Arabia

Setelah Perang Dunia I berakhir, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan kiswah ke tanah Hijaz. Namun melihat berbagai kondisi pada saat itu, pemerintah Kerajaan Arab Saudi dibawah Raja Abdul Aziz Bin Saud memutuskan untuk membuat pabrik kiswah sendiri pada 1931 di Makkah. Hingga akhirnya kiswah dibuat di Saudi Arabia hingga saat ini.

Kemudian keluar perintah dari raja Faisal bin Abdul Aziz tahun 1382 H untuk memperbaruhi pabrik pembuatan kiswah Ka’bah dan gedung baru sebagai pabrik pembuatan kiswah diresmikan. Pabrik kiswah ini  terletak di Ummul Juud – Makkah.

Meskipun kiswah tampak hitam jika dilihat dari luar, namun ternyata bagian dalam kiswah itu berwarna putih. Salah satu kalimat yang tertera dalam pintalan emas kiswah adalah kalimah syahadat,  Allah Jalla Jalalluh,  La Ilaha Illallah, dan  Muhammad Rasulullah . Surat Ali Imran: 96, Al-Baqarah :144, surat Al-fatihah, surat Al-Ikhlash terpintal indah dalam benang emas untuk menghiasi kiswah.

Pintalan-pintalan benang berwarna emas maupun perak bersatu padu merangkai goresan kalam Ilahi. kiswah menjadi sangat berharga, bukan hanya karena firman-firman Allah yang suci yang dipintal pada kiswah, tetapi juga karena keindahan pintalan benang berwarna emas dan perak pada permukaannya.

Untuk sebuah kiswah minimal diperlukan sekitar 600 meter atau sekitar 670 kg kain sutera buatan sendiri, ukuran itu sudah disesuaikan untuk hajat menutupi bidang kubus Ka’bah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk sulaman kain kiswah diperlukan sampai 120 kg emas, sebagian lagi ada yang mengatakan hanya 50 kg emas saja. Keseluruhan bidang kiswah dibordir oleh tangan-tangan trampil yang bekerja secara tekun.

Kiswah Ka’bah terdiri dari 5 potong. Empat potong untuk menutup empat sisi Ka’bah, satu potong menutup pintunya. Kiswah diganti setiap tanggal 9 Dzulhijjah, saat semua jamaah haji melakukan wukuf di Arafah. Tangal 10 Dzulhijjah, atau setiap Idul Adha, Kiswah Ka’bah selalu dalam keadaan baru.

Itulah yang membuat Ka’bah begitu istimewa dan mulia di mata umat Islam. Sejak dulu,  para khalifah memberikan Ka’bah pakaian untuk menghargai nilai-nilai keistimewaannya dan melindunginya dari berbagai macam kotoran serta debu.

Terjadi pasang surut sepanjang sejarah umat manusia, tetapi tempat itu yang dijaga Allah sepanjang masa. Inilah rumah pertama sekaligus rumah ibadah pertama di muka bumi. Dia senantiasa menjadi pusat kerinduan, kehormatan, dan kebanggaan berjuta-juta umat manusia hingga akhir hayat nanti, sampai hari kiamat.

Sejarah Kiswah

Sejarah Kiswah

Memelihara Ka’bah adalah tugas yang diperintahkan Allah kepada manusia semenjak diturukan nabi Adam as ke bumi. Dalam Surat Al Baqarah:125, Allah berfirman:

وَعَهِدْنَآ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

 

”Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud”

                                                                                      

Kiswah dalam bahasa Arab berarti kain penutup atau baju, atau bisa juga diartikan kelambu. Kasa’ atau yaksu berarti memakai pakaian. Kiswah atau kelambu Ka’bah adalah bagian yang tak dapat terpisahkan dari sejarah Ka’bah itu sendiri. Perhatian manusia terhadap kiswah Ka’bah sudah sejak dahulu kala sampai datang Islam kiswah Ka’bah menjadi cermin perhatian umat Islam terhadap kesuciannya.

– Kiswah Sebelum Islam

Konon menurut kisahnya, kiswah Ka’bah (kelambu Ka’bah) sudah dipakaikan ke Ka’bah sejak zaman nabi Ismail as, putra Ibrahim as. Tentu saja, kita sulit sekali membayangkan bagaimana bentuk kiswa Ka’bah pada zaman itu dan bagimana dan dari apa kiswah itu terbuat. Namun, ada kisah yang menyebutkan orang pertama yang memberi kiswah Ka’bah yang terbuat dari kain tenun berwarna merah bergaris adalah Tuba’ As’ad al-Himyari.

Kemudian diikuti oleh para pelanjutnya hingga sampai ke masa jahiliyah. Di masa itu orang orang bergantian memasang kiswah dan hal itu dianggap sebagai penghargaan dan kewajiban agama dan dibolehkan bagi setiap orang memasang kiswah kapan dan dengan jenis kain apapun yang disukainya. Demikian seterusnya teradisi ini berlangsung sampai masa Qushaiy bin Kilab, salah seorang leluhur Rasulallah saw yang terkemuka. Sejak masa Qushay inilah, pemasangan kiswah pada Ka’bah lalu menjadi tanggung jawab masyarakat Arab dari suku Quraisy.

Di saat Quraisy memangku jabatan sebagai penanggung jawab kiswah Ka’bah, mereka mewajibkan setiap kabilah ikut bertanggung jawab mengeluarkan biyaya pembuatan kiswah sesuai dengan kemampuan masing masing. Hal ini berlangsung hingga datang Abu Rabi’ah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ia seorang saudagar besar yang sering bolak balik berdagang ke Yaman. Pada saat datang masa peceklik ia sendiri yang bertanggungjawab memberi kiswah Ka’bah. Hal ini dilakukanya hingga wafat. Ia selalu membawa bahan kain yang bagus dengan motif bergaris. Makanya kaum Quraisy memberinya gelar al-’adl yang artinya setimpal atau setara, karena amal yang dilakukan Abu Rabi’ah setimpal atau setara dengan amal seluruh pendukuk Makkah, dan keturunannya diberi gelar Bani Al-’Adl.

– Kiswah Di Era Islam

                                  

Pada era Islam, Nabi saw dan para sahabat tidak memberi kiswah ka’bah sampai beliau menaklukan kota Makkah. Kerena orang kafir Quraisy tidak mengizinkan mereka melakukan hal tersebut. Ketika Rasulallah saw masuk ke Makkah, beliau pun tidak mengganti kiswah secara langsung, hingga kiswah terbakar disebabkan oleh seorang wanita yang mengukup kelambu Ka’bah dengan wewangian lalu terbakar kena percikan api kukupan (dupa).  Setelah itu Rasulallah saw memerintahkan pembuatan kiswah dari kain yang berasal dari Yaman. Sedangkan empat khalifah penerus Nabi saw memerintahkan pembuatan kiswah dari Qubathi, kain benang kapas berwarna putih halus buatan Mesir. Pada masa Mu’awiyah, kiswah Ka’bah diganti dua kali setahun, yaitu di hari Asyura’ dengan kain sutera dan di akhir bulan Ramadhan dengan kain Qubathi. Begitu seterusnya sampai datang masa Yazid bin Mu’awiyah, Abdullah bin Zubair, dan Abdul Malik bin Marwan kiswah diganti dua kali setahun. Pada masa kekuasan al-Ma’mun, kiswa Ka’bah diganti tiga kali setahun, yaitu pada hari tarwiyah kiswah dikelambui dengan kain sutera berwara mereh, di bulan Rajab dipasang kiswah dari kain qubathi, dan tanggal 27 Ramadhan Ka’bah diberi kiswah dari kain sutera berwarna putih.

Penggantian kiswah yang berwarna-warni dari tahun ke tahun, rupanya membuat pemikiran Kalifah al-Mamun dari Dinasti Abbasiyah, hingga akhirnya diputuskan bahwa sebaiknya warna kiswah itu tetap dari waktu ke waktu yaitu hitam. Hingga saat ini, meskipun kiswah diganti setiap tahun, tetapi warnanya selalu hitam.

Dulu setelah runtuhnya kekuasaan Abbasiyah, tanggung jawab pembuatan kiswah selalu dipikul oleh setiap khalifah yang berkuasa di Hijaz. Beberapa raja di luar tanah Hijaz pernah menghadiahkan kiswah kepada pemerintah Hijaz, diantaranya adalah raja al-Muzhaffar yang berkedudukan di Yaman tahun 659 H, juga penguasa Mesir pertama, raja Az-Zhahir Baybaras al-Bunduqdari tahun 661 H. Dan kemudian raja Mesir, Shalih Ismail, menetapkan wakaf khusus untuk kiswah Ka’bah bagian luar yang berwarna hitam satu kali setahun, dan berwarna hijau untuk makam Rasulallah saw setiap 5 tahun sekali.

Tradisi pengiriman kiswah dari Mesir ini berlangsung sampai masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an. Setiap tahun, kiswah-kiswah indah yang dibuat di Mesir itu diantar ke Makkah melewati jalan darat menggunakan tandu indah yang disebut  mahmal. Kiswah beserta hadiah-hadiah lain di dalam  mahmal datang bersamaan dengan rombongan haji dari Mesir yang dikepalai oleh seorang amirul hajj.

 Amirul hajj itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah Kerajaan Mesir. Dari Mesir, setelah upacara serah terima,  mahmal yang dikawal tentara Mesir berangkat ke terusan Suez dengan kapal khusus hingga ke pelabuhan Jeddah. Setibanya di Hijaz,  mahmal tersebut diarak dengan upacara sangat meriah menuju ke Mekkah. Pengiriman kiswah dari Mesir pernah terlambat hingga awal bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi beberapa waktu setelah meletusnya Perang DuniaI.  Keterlambatan pengiriman kiswah terjadi akibat suasana yang tidak aman akibat Perang Dunia I.

 

Talang Ka’bah & Kaki Ka’bah

Talang Ka’bah (Mizab)

Mirzab atau Mizab artinya talang atau pancuran air. Mizab Ka’bah terdapat di pertengahan dinding sebelah barat bagian atas Ka’bah yang mengarah ke Hijir Ismail. Orang menyebutnya juga dengan nama Mizab Rahmah, talang yang penuh rahmah, karena keberadaanya di tempat yang penuh rahmah. Talang air itu dibuat pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Mizab dibangun semata-mata agar air tidak menggenang di atas Ka’bah.

Pada tahun 959H Sultan Sulaiman I dari Kerajaan Usmani mengganti mizab itu dengan perak. Pada tahun 1021H Sultah Ahmad I mengganti lagi dengan perak yang dilukis dengan tinta biru berselang-seling emas. Pada tahun 1273H Sultan Abdul Majid mengirim saluran air yang terbuat seluruhnya dari emas. Mizab atau saluran air itulah yang ada sampai sekarang. Itu pula sebabnya sebagian orang sekarang menyebutnya dengan nama “Pancuran Emas’.

 

Kaki Ka’bah (Syazarwan)

Syazarwan adalah bangunan tembok kecil yang mengitari bagian dinding kaki Ka’bah. Ia termasuk bagian dari Ka’bah maka tidak sah thawaf seseorang jika meminjakkan kakinya ke atas Syazarwan sepanjang melakukan thawaf. Di atas Syazarwan terletak beberapa besi penyangkut  yang digunakan untuk menyangkut tali tali kelambu / kiswah Ka’bah.